Dosen FH Unila: Kawal Judicial Review UU TNI di MK

oleh
Dosen FH Unila: Kawal Judicial Review UU TNI di MK
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Refi Meidiantama, saat orasi dalam aksi unjuk rasa BEM se-Provinsi Lampung di Kantor DPRD Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Senin (24/3/2025). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) Refi Meidiantama mengajak mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil untuk mengawal proses judicial review UU TNI di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menyuarakan penolakan keras terhadap revisi UU TNI dalam aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Lampung Melawan di Kantor DPRD Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Senin (24/3/2025).

Aksi ini merupakan bagian dari gerakan menolak revisi UU TNI dan RUU Polri yang dinilai mengancam supremasi sipil serta demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: DPRD Lampung Janji Kawal Aspirasi Aliansi Lampung Melawan

Refi mengungkapkan bahwa revisi UU TNI membawa sejumlah permasalahan serius.

Ia menyoroti perluasan kewenangan militer yang kini diperbolehkan menduduki jabatan sipil di 14 lembaga, meningkat dari sebelumnya 10 lembaga, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang TNI.

“Sejak era Reformasi, kewenangan militer telah dibatasi untuk memperkuat supremasi sipil. Namun, revisi ini justru memberikan fleksibilitas berlebihan kepada TNI,” ujar dia.

Lebih lanjut, Refi menyoroti keterlibatan TNI dalam sistem peradilan yang diatur dalam revisi UU TNI dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Ia menyebutkan bahwa TNI kini dapat menjadi penyidik tertentu, termasuk dari Angkatan Laut, serta berpotensi menduduki posisi di Kejaksaan untuk kasus pidana TNI bahkan hingga Mahkamah Agung.

“Ini menunjukkan kewenangan TNI sudah sangat besar. Jika tidak dicegah, ini bisa menjadi bumerang bagi masyarakat sipil dan memperkuat kesewenang-wenangan,” tegas dia.

Refi juga mengkritik tindakan represif dan ancaman terhadap kebebasan berpendapat yang semakin nyata.

Ia menyinggung kasus teror yang dialami jurnalis Tempo berupa kiriman kepala babi dan bangkai tikus oleh pihak tak dikenal.

Dosen FH Unila: Kawal Judicial Review UU TNI di MK
BEM se-Provinsi Lampung yang tergabung dalam Aliansi Lampung Melawan berunjuk rasa menolak UU TNI dan RUU Polri di Kantor DPRD Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Senin (24/3/2025). Foto: Josua Napitupulu

Menurutnya, pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang menyebut kepala babi tersebut “dimasak saja” dengan nada bercanda, adalah sikap tidak pantas dan seharusnya ditindaklanjuti secara hukum.

“Kebebasan pers dijamin undang-undang, tapi kini semakin terancam,” kata dia.

Tak hanya itu, Refi juga menanggapi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang menyebut kritikus pemerintah sebagai “anjing yang menggonggong” yang sebaiknya dibiarkan.

“Kami ibarat anjing yang menggonggong untuk menjaga demokrasi, mengawasi tindakan yang merugikan masyarakat. Presiden seharusnya menyadari itu,” ungkap dia.

Menurut Refi, ada beberapa poin utama yang menjadi dasar penolakan terhadap UU TNI yaitu memperkokoh supremasi sipil, menolak “superpower” TNI, menentang tindakan represif terhadap mahasiswa dan masyarakat.

Ia juga menyatakan kekhawatiran terhadap revisi UU TNI ini bahwa selain militer menambah porsi utk jabatan-jabatan sipil, TNI juga merupakan kaum yang memegang senjata.

Bahwa alat yang menguasai senjata tidak dapat diajak berdialog dan berdiskusi. Itu tentu tidak kompatibel dengan prinsip demokrasi yang selalu mengedepankan perdebatan dan diskusi.

Maka terhadap revisi UU TNI tentu akan semakin menjadikan TNI institusi yang super power. Selain memegang jabatan-jabatan sipil, mereka memegang senjata.

Kemudian pada saat dipidana mereka diadili di peradilan pidana militer yang tertutup. Bahkan pos-pos TNI dapat diisi pada setiap tahapan proses peradilan, mulai dari penyidikan sampai pengadilan.

“Jika penyidik, jaksa, hakim, dan terdakwanya dari TNI, siapa yang menjamin keadilan hukum?” Kata Refi.

Terkait langkah konkret, Refi menyebut bahwa judicial review terhadap UU TNI telah diajukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia ke MK. Kelompok masyarakat sipil juga berencana melakukan hal serupa.

“Kita harus mengawal proses judicial review di MK untuk membatalkan UU TNI ini, sambil terus melakukan aksi penolakan,” pungkas dia.

Baca Juga: Akademisi Tolak UU TNI: Supremasi Sipil Terancam 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *