DASWATI.ID – Fenomena fatherless, atau hilangnya sosok ayah dalam kehidupan anak, masih menjadi tantangan serius dalam upaya perlindungan anak di Kota Bandar Lampung.
Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Kota Bandar Lampung, Ahmad Apriliandi Passa, kondisi ini terlihat jelas dari latar belakang korban maupun pelaku kenakalan remaja di wilayah tersebut.
Meskipun belum didukung oleh penelitian formal, tutur dia, pengamatan menunjukkan bahwa banyaknya anak yang kehilangan sosok ayah menjadi salah satu faktor pemicu kenakalan.
“Fenomena ini seringkali diikuti oleh pengasuhan alternatif yang tidak optimal, misalnya pengasuhan oleh kakek atau nenek yang tentu berbeda dengan pengasuhan orangtua kandung,” ujar Apriliandi saat dihubungi Daswati.id dari Bandar Lampung, Rabu (15/10/2025) sore.
Ketidakoptimalan pengasuhan inilah yang kemudian berkontribusi terhadap tingginya kasus kenakalan remaja dan penyimpangan seksual di Kota Bandar Lampung.
Baca Juga: Anak-anak Bandar Lampung: Generasi Emas yang Retak
Dampak Berantai: Psikologis, Ekonomi, dan Kehilangan Pelindung
Kehilangan sosok ayah menimbulkan dampak yang sangat kompleks pada anak, baik aspek psikis maupun ekonomi.
“Anak yang berada dalam kondisi fatherless cenderung mengalami tumbuh kembang yang tidak baik, gangguan psikis, dan pendidikan yang tidak terjamin. Lebih dari itu, mereka kehilangan sosok pelindung,” ungkap Apriliandi.
Ketiadaan perlindungan ini menempatkan anak pada risiko kerentanan tinggi. Bahkan, dilaporkan adanya kasus di mana anak dijual oleh pihak lain.
Kompleksitas penanganan juga muncul, di mana jika kasus ini dilaporkan karena ketidakpuasan penanganan, anak dan ibunya berisiko turut serta dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau penjualan anak.
“Salah satu contoh nyata dari kompleksitas ini dialami oleh seorang anak perempuan yang kehilangan ayahnya di usia 14 tahun,” kata Apriliandi.
Dalam pencarian rasa aman, nyaman, dan perlindungan, ia menjalin pertemanan dengan lawan jenis yang justru berujung pada kehamilan di luar nikah di usia dini.
“Anak tersebut harus dinikahkan dan, pada usia 17 tahun, ia sudah memiliki dua anak,” tambah dia.
Baca Juga: Peran Kemendukbangga/BKKBN: Dari Seribu Hari Pertama ke Indonesia Emas
Peran Sentral Ayah dalam Pembentukan Karakter
Apriliandi mengatakan idealnya anak membutuhkan sosok ayah sejak dalam kandungan hingga usia 18 tahun, bahkan sepanjang hidupnya anak menginginkan keluarga yang utuh.
Kehadiran sosok ayah adalah kunci karena dalam struktur keluarga, terdapat pembagian tugas yang saling mengisi antara ayah dan ibu.
“Sosok ayah memiliki fungsi ganda sebagai pelindung dan penjamin ekonomi keluarga. Secara psikis, ayah berfungsi untuk menyemangati anak, membantu mereka melanjutkan kehidupan dengan lebih baik. Ayah juga merupakan panutan dan contoh bagi anak-anaknya,” jelas dia.
Tugas ayah sebagai kepala keluarga di antaranya penanaman disiplin, mengayomi anak-anak, dan membagikan pengalaman baiknya semasa kecil.
“Nilai-nilai positif ini sangat penting karena akan tercermin saat anak dewasa dan membantu membentuk karakter individu yang baik,” ujar Apriliandi.
Penanaman nilai-nilai keagamaan dan etika yang baik juga sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak dan kemampuan mereka menyerap pendidikan, baik di sekolah maupun di rumah.
Perhatian Fisik Versus Materi Semata
“Meskipun anak tetap dapat melanjutkan kehidupannya tanpa sosok ayah, akan selalu ada sesuatu yang hilang yang berpotensi memicu timbulnya kenakalan remaja,” kata Apriliandi.
Oleh karena itu, sangat penting bagi ayah untuk menyempatkan diri di tengah kesibukannya guna memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya, misalnya dengan mengantar anak di hari pertama sekolah.
Diketahui, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (Kemendukbangga/BKKBN), pada 11 Juli lalu mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 mengenai Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah.
Adapun sasaran gerakan ini meliputi anak-anak dari jenjang PAUD hingga SMA atau sederajat. SE tersebut mulai berlaku efektif 14 juli 2025 lalu.
Gerakan Ayah Mengantar Anak menjadi bagian dari program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).
Adapun kegiatan GATI lainnya, yakni Sekolah Bersama Ayah (SEBAYA) untuk jenjang SD-SMP, layanan konseling pernikahan, Konsorsium Penggiat dan Komunitas Ayah Teladan (Kompak Tekan), serta Desa/Kelurahan Ayah Teladan (Debat) di Kampung KB.
Namun, Komnas PA Bandar Lampung sering menjumpai kasus di mana perhatian fisik digantikan oleh pemberian materi semata.
Sebagai contoh, pada anak-anak nelayan atau anak-anak pedagang yang ayahnya beraktivitas dari pagi hingga malam.
“Ayah terkadang hanya membekali anaknya dengan uang jajan harian, misalnya Rp50.000, tanpa memberikan perhatian yang mendalam, karena menganggap uang jajan tersebut sudah cukup,” pungkas Apriliandi.
Baca Juga: Membangun Mahligai Abadi: Bekal BKKBN untuk Keluarga Sejahtera