Hak Angket DPR Tidak Membatalkan Hasil Pemilu

oleh
Saat Prof Ari Darmastuti Sebut Tuan Kami adalah Rakyat
Guru Besar Ilmu Politik FISIP Universitas Lampung Prof. Dr. Ari Darmastuti, M.A. di acara seruan moral akademisi Lampung untuk keadilan dan demokrasi di Student Lounge Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandarlampung, Rabu (7/2/2024). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – KPU RI akan mengumumkan hasil Pemilu 2024 hari ini, Rabu (20/3/2024), dalam rekapitulasi tingkat nasional.

Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), KPU berkewajiban menetapkan hasil pemilu nasional 35 hari setelah pemungutan suara pada Rabu (14/2/2024) lalu.

Namun menjelang pengumuman hasil pemilu, wacana hak angket DPR terhadap dugaan kecurangan pemilu juga menguat.

Guru Besar Ilmu Politik FISIP Universitas Lampung Prof Ari Darmastuti mengatakan hak angket DPR tidak serta-merta membatalkan hasil Pemilu 2024.

“Tidak ada hubungan langsung hak angket dengan hasil pemilu. Itu jalurnya beda-beda. Hak angket itu haknya DPR, KPU menetapkan hasil pemilu, kan dua hal yang berbeda,” ujar dia saat dihubungi pada Selasa (19/3/2024) sore.

Tetapi, lanjut Prof Ari, penetapan hasil pemilu oleh KPU akan berimplikasi politik jika ditindaklanjuti di DPR.

“Wacana yang muncul selama ini dalam discourse social media bahwa ada persoalan-persoalan berkenaan dengan banyak hal yang tidak bisa diklarifikasi oleh KPU, yang itu berujung pada banyak pertanyaan di masyarakat. Itu mungkin akan dibawa ke hak angket,” kata dia.

Prof Ari menjelaskan hak angket menjadi instrumen pengawasan DPR untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas KPU dalam menyelenggarakan pemilu.

“Sejauh mana akuntabilitas dan profesionalisme KPU sebagai lembaga negara,” ujar dia.

Baca Juga: Seruan Moral dari Lampung Tanoh Lado untuk Penyelenggara Negara

Akuntabilitas dan profesionalisme KPU menjadi sorotan setelah adanya temuan perbedaan data antara sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) elektronik dengan rekapitulasi manual di beberapa daerah.

Hal ini menimbulkan kecurigaan publik tentang potensi kecurangan dalam proses rekapitulasi suara.

“Sirekap yang tadinya, kata KPU, menjadi alat bagi masyarakat memonitor perjalanan suatu naskah (Form C.HASIL) dari TPS sampai tingkat KPU, ternyata tidak jalan dan itu membingungkan masyarakat,” kata Prof Ari.

Bahkan KPU juga menolak untuk dilakukan digital forensik terhadap Sirekap.

“Kemudian persoalan yang belum tuntas sampai sekarang berkenaan dengan keabsahan pendaftaran (Gibran Rakabuming Raka) karena dilakukan tanpa perubahan aturan. KPU sudah kena sanksi etik,” ujar dia.

“Semua peristiwa politik ini berhak diawasi oleh DPR. Kalau hak angket DPR nanti mendapatkan ada indikasi pelanggaran aturan, bisa sanksi pidana tidak cukup hanya etik,” lanjut Prof Ari.

Ia menjelaskan pembatalan hasil pemilu dapat dilakukan jika terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif (TSM).

“Di UU Pemilu itu clear. Kalau ada pelanggaran TSM bisa (dibatalkan). Cuman TSM-nya seperti apa? Kalau itu bisa dibuktikan ya bisa saja mendelegitimasi hasil pemilu. Apakah kesalahan Sirekap hanya kesalahan IT (Informasi Teknologi) atau manusia? KPU selama ini tidak pernah menjawab itu,” tegas Prof Ari.

Menurut dia, penggunaan Sirekap KPU yang tidak diatur resmi dalam UU Pemilu dan tidak transparan hanya menghabiskan uang rakyat dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

“Saya mengatakan hanya untuk membingungkan rakyat. Kalau KPU berkilah tetap menggunakan hitungan manual, terus Sirekap untuk apa?” Kata Prof Ari.

Baca Juga: KPU Lampung Didemo Ratusan Massa Tolak Hasil Sirekap Pemilu 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *