Hujan Momok Warga Bandar Lampung

oleh
Hujan Momok Warga Bandar Lampung
Kristin saat berunjuk rasa di Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung, Kamis (24/4/2025) siang. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Hujan yang dulu dianggap berkah kini berubah menjadi momok menakutkan bagi warga Bandar Lampung.

Kristin, peserta aksi unjuk rasa di Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung, Kamis (24/4/2025), menyoroti tingginya korban jiwa akibat banjir sepanjang tahun ini.

“Sedikitnya delapan nyawa warga Bandar Lampung hilang akibat banjir hingga April ini,” ujar dia dalam orasinya.

Bencana beruntun dimulai pada 17 Januari 2025, ketika banjir melanda 16 kecamatan, merendam 14.160 rumah, mengganggu 11.223 jiwa, dan menewaskan dua orang.

Banjir kedua pada 21 Februari 2025 memperparah kondisi dengan tiga korban jiwa, 9.425 rumah terendam, dan 30.935 warga terdampak, disertai kerusakan infrastruktur.

Meski banjir 2 Maret 2025 tidak memakan korban jiwa, ratusan warga harus dievakuasi.

Tragedi terbaru terjadi pada 21 April 2025, ketika banjir bandang di Panjang Utara merenggut tiga nyawa.

Tragedi Banjir Bandar Lampung: Tiga Nyawa Melayang di Panjang Utara
Tim BPBD dan Damkarmat mengevakuasi korban tewas akibat banjir bandang di Panjang Utara, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Senin (21/4/2025). Foto: Dokumentasi BPBD Provinsi Lampung

Hujan pun menjadi momok bagi warga Bandar Lampung.

“Kini, setiap mendung datang, warga dihantui ketakutan. Hujan bukan lagi berkah, tapi ancaman yang bisa menyeret mereka saat tidur,” kata Kristin. 

Langit gelap dan awan tebal kini jadi pertanda bahaya, mengubah rasa syukur menjadi kecemasan kolektif.

Aksi unjuk rasa siang tadi merupakan aksi lanjutan. Sebelumnya, Kristin dan kawan-kawannya meminta untuk bertemu dengan Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana pada Rabu (23/4/2025).

Mereka menuntut pemerintah setempat segera mengambil langkah konkret mengatasi masalah banjir yang kian mengancam keselamatan warga.

Massa aksi membawa poster berisi protes dan tuntutan. Mereka sempat mengalami represifitas dan penghalangan oleh aparat.

Unjuk rasa tersebut merupakan bentuk kemarahan warga atas kacaunya penanganan bencana Banjir di Bandar Lampung.

“Wali Kota secara struktural merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kekacauan ini,” kata Wahyu, salah satu peserta aksi.

Hujan Momok Warga Bandar Lampung
Warga menuntut solusi konkret dari Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk mengatasi banjir di kota setempat, Kamis (24/4/2025) siang. Foto: Josua Napitupulu

Dia menyampaikan banjir diperparah oleh beberapa faktor, seperti hilangnya ruang terbuka hijau (RTH), kerusakan bukit, serta buruknya pengelolaan sampah, sungai, dan sistem drainase.

“Di Bandar Lampung, RTH hanya tersisa 4,5 persen. Dari 33 bukit, hampir semuanya rusak akibat penambangan dan alih fungsi lahan. Semua sungai mengalami pendangkalan, sampah tidak terkelola dengan baik, dan sistem drainase sangat buruk,” tutur Wahyu.

Ia menilai Wali Kota Bandar Lampung belum memberikan solusi konkret untuk mengatasi banjir, hanya melakukan peninjauan dan memberikan bantuan bagi korban seperti nasi, air mineral, dan uang tali asih.

Wahyu menegaskan bahwa aksi akan terus dilakukan secara berkelanjutan sampai wali kota memberikan solusi, karena jika dibiarkan, banjir akan menimbulkan korban jiwa lebih banyak.

Ia juga menantang wali kota yang merasa tidak kompeten untuk mundur dari jabatannya.

“Bila merasa tidak punya kompetensi, silakan mundur dari jabatan wali kota,” tegas Wahyu.

Baca Juga: Banjir Bandar Lampung: Warga Terdampak, Pemkot dan Pelindo Berseteru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *