DASWATI.ID – Industri Mikro dan Kecil (IMK) di Provinsi Lampung terus menunjukkan peranan vitalnya dalam roda perekonomian daerah, terbukti mampu bertahan di tengah beragam kondisi ekonomi yang dinamis.
Berdasarkan data dari Profil Industri Mikro dan Kecil Provinsi Lampung 2023 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung pada 6 Agustus 2025, sektor ini tidak hanya menjadi penopang utama dalam penciptaan lapangan pekerjaan tetapi juga menjadi sumber penghidupan bagi potensi masyarakat di tingkat lokal.
Pada tahun 2023, diperkirakan terdapat 81.255 usaha IMK yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Lampung.
Dari jumlah tersebut, mayoritas atau sekitar 95,47 persen (77.575 usaha) merupakan industri mikro, sementara sisanya 4,53 persen (3.680 usaha) adalah industri kecil.
Sektor ini berhasil menyerap sekitar 175.173 pekerja pada tahun 2023, sedikit menurun dari 176,92 ribu tenaga kerja pada tahun 2022.
IMK dikenal sebagai sektor padat karya, dan hal ini tercermin di Lampung.
Sebagian besar tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja lansia laki-laki (usia 65 tahun ke atas), dan bahkan pekerja anak perempuan (kurang dari 15 tahun) paling banyak terserap di Industri Makanan (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia/KBLI 10).
Mayoritas pekerja IMK, sekitar 63,25 persen, merupakan tenaga kerja tidak dibayar, biasanya pemilik atau anggota keluarga pengusaha.
Meskipun vital, sektor ini menghadapi tantangan terkait kualitas sumber daya manusia.
Mayoritas pengusaha IMK di Lampung (sekitar 69,03 persen) hanya menamatkan pendidikan SMP ke bawah.
Begitu pula dengan pekerja IMK, yang sebagian besar berpendidikan SMA/sederajat (32,01 persen) atau SD/sederajat (28,13 persen).
Industri Makanan (KBLI 10) adalah kelompok industri yang paling banyak dikelola oleh pengusaha berpendidikan SMP ke bawah.
Industri ini mendominasi lanskap IMK Lampung, menyumbang 42,96 persen dari total usaha IMK dengan 34.911 unit usaha.
Total pendapatan IMK di Provinsi Lampung pada tahun 2023 mencapai Rp16,08 triliun rupiah, dengan Industri Makanan (KBLI 10) menyumbang proporsi pendapatan terbesar, yaitu Rp10,36 triliun.
Meskipun memiliki daya tahan yang tinggi, IMK di Lampung masih menghadapi sejumlah tantangan signifikan.
Keterbatasan akses permodalan menjadi kendala utama yang dirasakan oleh sebagian besar pengusaha (63,09 persen dari usaha yang mengalami kesulitan).
Selain itu, kesulitan dalam pemasaran produk (33,06 persen) dan ketersediaan bahan baku (35,82 persen) juga menjadi hambatan yang sering dialami.
Data menunjukkan bahwa banyak pengusaha IMK enggan meminjam dari bank (54,07 persen), dengan alasan tidak berminat atau menganggap suku bunga tinggi dan persyaratan sulit.
Di sisi lain, IMK di Lampung mulai menunjukkan adaptasi terhadap era digital.
Sebanyak 48,87 persen atau 39.711 usaha IMK telah memanfaatkan internet dalam pengelolaan usaha mereka pada tahun 2023, meningkat dari 38,69 persen pada tahun sebelumnya.
Pemanfaatan internet ini didominasi untuk pemasaran atau penjualan produk (77,42 persen), serta untuk promosi/iklan dan pembelian bahan baku.
Industri Makanan (KBLI 10) juga menjadi kelompok usaha yang paling banyak menggunakan internet.
Pemerintah terus berupaya mendukung IMK melalui berbagai program, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Publikasi data Profil Industri Mikro dan Kecil Provinsi Lampung 2023 ini diharapkan dapat menjadi rujukan penting bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran guna meningkatkan daya saing dan keberlanjutan IMK di masa mendatang.
Peran IMK dalam mempercepat upaya memperkokoh struktur perekonomian Indonesia sangat krusial untuk menurunkan kemiskinan dan meningkatkan lapangan kerja.
Baca Juga: Dari Ladang ke Industri: Lanskap Ekonomi Lampung di Paruh Pertama 2025

