Kegaiban Taman Hutan Kota Bandarlampung

oleh
Kegaiban Taman Hutan Kota Bandarlampung
Aksi Walhi Lampung di Gedung DPRD Bandarlampung saat menyerahkan Kertas Posisi sebagai respon atas Perda RTRW Bandarlampung 2021-2040, Kamis (13/1/2022) lalu. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Kegaiban Taman Hutan Kota Bandarlampung di Jalan By Pass Soekarno-Hatta Way Halim mulai terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara DPRD dan Pemerintah Kota Bandarlampung, bersama pihak terkait pada Kamis (25/1/2024).

Kegaiban Taman Hutan Kota Bandarlampung mulai dari proses alih fungsi lahan lewat perubahan peraturan daerah (perda) tata ruang, administrasi perizinan, izin lingkungan, hingga hak guna bangunan yang dimiliki oleh PT Hasil Karya Kita Bersama (HKKB).

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyesalkan alih fungsi Taman Hutan Kota Bandarlampung sebagai ruang terbuka hijau menjadi kawasan perdagangan dan jasa di dalam Perda Kota Bandarlampung.

“Ini bukan cuma kesalahan Pemkot Bandarlampung tapi juga DPRD Bandarlampung yang menyetujui Perda Nomor 10 Tahun 2011. Di Perda 10/2011 semua beralih fungsi menjadi wilayah pengembangan bisnis,” ujar Direktur Eksekutif Daerah Walhi Lampung, Irfan Tri Musri, dalam RDP.

Perda Kota Bandarlampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030 menjelaskan peran dan fungsi RT/RW yang telah dikelompokkan berdasarkan struktur dan fungsi ruang.

Pada saat Perda Nomor 10 Tahun 2011 ini mulai berlaku, Perda Nomor 04 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandarlampung Tahun 2005 –2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Padahal, lanjut Irfan, sekitar tahun 2007-2009 pemerintah kota pernah menolak sebagian izin lokasi yang diajukan oleh pihak PT HKKB.

“Karena bertentangan dengan Perda 4/2004 yang telah ditetapkan sebagai Taman Hutan Kota,” tegas Irfan.

Mega Proyek Superblok di Bandarlampung Disetop
Rapat dengar pendapat lintas komisi DPRD bersama Pemkot Bandarlampung dan pihak terkait tentang Izin Pemanfaatan Ruang Hutan Kota Bandarlampung di Ruang Lobi DPRD setempat, Kamis (25/1/2024). Foto: Josua Napitupulu

Perubahan perda tata ruang di Kota Bandarlampung menjadi sorotan Walhi Lampung di tengah menyusutnya ruang terbuka hijau di kota berjuluk “Tapis Berseri” yang merupakan akronim dari Tertib, Aman, Patuh, Iman, Sejahtera, Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah.

Pemerintah Kota dan DPRD Bandarlampung sepakat melakukan perubahan perda tata ruang wilayah. Dari Perda Nomor 04 Tahun 2004 ke Perda Nomor 10 Tahun 2011, terbaru Perda Nomor 04 Tahun 2021.

Irfan menuturkan pasca pengesahan Perda Nomor 04 Tahun 2021 di bulan Desember 2021, Walhi menyampaikan Kertas Posisi kepada DPRD Bandarlampung sebagai respon atas disahkannya perda tersebut.

“Pengesahan perda hanya dua bulan dari konsultasi publik pertama di bulan Oktober 2021,” sesal dia.

Perda Nomor 04 Tahun 2004 tidak mengakomodir taman hutan kota?

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Bandarlampung, Novirina, dalam rapat menyampaikan legal standing alih status lahan hutan kota di Way Halim menjadi kawasan perdagangan dan jasa.

“Kami mencoba untuk melihat ke belakang, apa saja dokumen-dokumen yang memang ada keterkaitannya dengan posisi wilayah tersebut,” kata dia.

Dari hasil penelusuran, pihaknya menemukan Surat Keputusan Wali Kota Bandarlampung Nomor 206/10/HK/2001 tentang Peruntukan dan Penggunaan Tanah Kawasan PT Way Halim dan Sekitarnya.

“Yang kami temukan itu, di tahun 2001 ada SK Wali Kota. Setelah itu, kami tidak lagi menemukan legal standing lainnya kecuali di tahun 2004,” ujar Novirina.

Namun, jelas dia, Perda Nomor 04 Tahun 2004 tidak mengakomodir hutan kota sebagai ruang terbuka hijau, tetapi sebagai cadangan pengembangan kota.

“Di 2004 itu perda tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) tidak mengakomodir hutan kota yang kami baca Pak. Itu ada di JDIH (Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum). Jelas Pak, sampai saat ini,” ujar Novirina.

“Setelah itu, di 2010 juga kami tidak melihat ada yang fokus pada hutan kota akan tetapi itu masuk pada kategori cadangan pengembangan. Itu yang kami baca di perda Pak. Jadi, keberadaan status hutan kota itu, mungkin di dalam cadangan pengembangan itulah ada status hutan kota itu,” lanjut dia.

Kegaiban Taman Hutan Kota Bandarlampung
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Bandarlampung, Novirina. Foto: Josua Napitupulu

Novirina mengatakan seluruh ketentuan peraturan itu tersedia di JDIH Kota Bandarlampung.

“Perda ini bisa didapatkan di JDIH Kota Bandarlampung. Sudah lama ini Pak, di 2004 memang sudah ditayangkan di JDIH kita,” ujar dia.

Pernyataan Novirina mendapatkan bantahan dari Irfan Tri Musri.

“Kalau Ibu tadi berbicara di JDIH Kota Bandarlampung, saya ini mencari Perda 4/2004 dan tahun 2015. Alhamdulillah nggak dapat. Kalau Perda 2021, mudah mencarinya Bu. Yang Perda 2004 ini agak ghoib,” kata Irfan.

Ia menuturkan Walhi Lampung telah melayangkan surat permohonan kepada Bagian Hukum Kota Bandarlampung untuk meminta salinan Perda Nomor 04 Tahun 2004.

“Sangat tegas, di Perda 4/2004 itu digunakan sebagai Taman Hutan Kota atau ruang terbuka hijau,” pungkas Irfan.

Taman hutan kota kawasan cadangan pengembangan.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandarlampung, Muhtadi Arsyad Temenggung, membenarkan keterangan yang disampaikan Novirina.

“Memang di Perda Nomor 4 Tahun 2021, dan 2004, 2010, daerah yang kita permasalahkan ini peruntukannya adalah cadangan pengembangan disesuaikan dengan kondisi yang ada di sana. Untuk perumahan, perdagangan dan jasa,” kata dia.

Muhtadi menekankan bahwa perda tata ruang bersifat dinamis dan bisa direvisi sesuai dengan kebutuhan perkembangan daerah.

“Penyusunan Perda Tata Ruang ini dilakukan dengan mekanisme yang panjang. Sebelum penyusunan Perda Tata Ruang ada namanya kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Itu sebagai dasar penyusunan Perda Tata Ruang,” jelas dia.

Walhi Kecam Keras Pemkot Atas Hilangnya Taman Hutan Kota Bandarlampung
Taman Hutan Kota Bandarlampung di Way Halim beralih fungsi dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan superblok. Foto: Arsip Walhi Lampung

Selain itu, Perda Tata Ruang juga harus bersesuaian dengan perda provinsi yang dalam penyusunannya mendapatkan asistensi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Maka dari itulah, Perda 2021 sebagai penegasan, karena memang istilah cadangan pengembangan itu di dalam nomenklatur penyusunan tata ruang itu tidak ada lagi. Penegasannya harus tersebut perdagangan dan jasa,” terang Muhtadi.

Kantor Pertanahan enggan buka data HGB hutan kota.

Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran Hak pada Kantor Pertanahan Kota Bandarlampung, Iwan Yuliansyah, menuturkan kronologi hak guna bangunan (HGB) di taman hutan kota berdasarkan nomor registrasi putusan PN Tanjungkarang.

“Saya buka data kantor bersama kawan-kawan. Berdasarkan data yang ada di kantor, SK HGB Nomor 349/Way Dadi terbit berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, satu, Nomor 65/Pdt.G/2015/PN.Tjk. Nomor dua, putusan PN Tanjungkarang 2016, kemudian nomor tiga tahun 2016, nomor empat Nomor 485 Tahun 2017,” kata dia.

“Jadi, di sini berdasarkan putusan pengadilan Pak. Itu yang bisa saya jelaskan Pak. Terima kasih,” lanjut Iwan.

Kegaiban Taman Hutan Kota Bandarlampung
Kepala Seksi Penetapan dan Pendaftaran Hak pada Kantor Pertanahan Kota Bandarlampung, Iwan Yuliansyah. Foto: Josua Napitupulu

Merespon keterangan singkat itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Bandarlampung Sidik Effendi yang memimpin jalannya RDP bertanya,”Disampaikan dari kronologi awal tidak Pak?”

Iwan pun menjawab,”Mungkin untuk saat ini belum bisa Pak. Saya baru dapat nomor putusannya aja. Saya tidak membawa isi putusannya.”

Menanggapi hal itu, anggota DPRD Kota Bandarlampung Hanafi Pulung menimpali jawaban Iwan Yuliansyah.

“Saya rasa di sini bukan membutuhkan nomor Pak. Tetapi, isi daripada nomor itu apa? Dari item per item putusan itu apa? Misalnya, putusan nomor sekian isinya apa. Kalau hanya menyampaikan registrasinya saja, ya bingung juga Pak yang mau dibicarakan,” kata Hanafi.

RDP yang berlangsung dinamis tanpa dihadiri pihak PT HKKB akhirnya merekomendasikan agar perusahaan menghentikan segala aktivitas di taman hutan kota hingga seluruh perizinan dilengkapi.

“Nanti tidak ada lagi aktivitas-aktivitas di dalam lahan tersebut karena berdasarkan hasil rapat kita sore ini bahwa PT HKKB sampai hari ini belum memenuhi syarat-syarat izin dan lain sebagainya,” ujar Sidik Effendi.

Keputusan itu diambil setelah mendengarkan keterangan dari masing-masing pihak terkait.

Yakni Pemkot Bandarlampung, Walhi Lampung, Kantor Pertanahan Kota Bandarlampung, organisasi kemasyarakatan DPC Laskar Lampung Indonesia Kota Bandarlampung, dan Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup Way Dadi.

“Kami akan sampaikan kepada pimpinan DPRD Kota Bandarlampung untuk menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Bandarlampung untuk segera menutup aktivitas yang ada di hutan kota,” kata Sidik.

Baca Juga: Mega Proyek Superblok di Bandarlampung Disetop

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *