Menengok Kesadaran Atas Aksi Kamisan Lampung

oleh
Menengok Kesadaran Atas Aksi Kamisan Lampung
Aksi Kamisan di Tugu Adipura Kota Bandar Lampung. Dokumentasi: Istimewa

Oleh: Mahbub Romzy Mahri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2022

DASWATI.ID – Aksi Kamisan merupakan salah satu bentuk aksi damai yang bertujuan untuk menyuarakan protes terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya yang terjadi di masa lalu.

Aksi ini pertama kali diinisiasi oleh tiga tokoh, yaitu Ibu Sumarsih—Ibunda dari Wawan, korban Tragedi Semanggi I; Ibu Suciwati—istri dari almarhum Munir; serta Bedjo Untung—perwakilan keluarga korban pembantaian yang diduga terkait PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965-1966.

Ketiga tokoh tersebut menggelar Aksi Kamisan pertama pada 18 Januari 2007 di depan Istana Negara, dengan mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam sebagai simbol duka dan perlawanan, serta menuntut keadilan atas kasus-kasus pelanggaran HAM oleh negara.

Seiring waktu, aksi berkembang menjadi gerakan solidaritas yang meluas ke berbagai kota di Indonesia, termasuk Lampung. Gerakan ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk menunjukkan kepedulian dan solidaritas atas dasar kemanusiaan.

Aksi Kamisan di Lampung

Aksi Kamisan di Lampung mulai diselenggarakan sejak tahun 2018 dan masih berlangsung hingga kini. Keberlanjutan aksi ini tidak terlepas dari kesadaran dan kepedulian masyarakat Lampung terhadap isu-isu pelanggaran HAM yang diangkat.

Peserta aksi umumnya terdiri dari mahasiswa, organisasi non-pemerintah (NGO), komunitas, serta warga sipil.

Setiap pelaksanaan aksi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memperjuangkan keadilan bagi para korban pelanggaran HAM.

Seruan seperti “Hidup Korban, Jangan Diam, Lawan” kerap menggema di Tugu Adipura, Bandar Lampung, menandakan semangat para simpatisan yang tidak pernah padam dalam memperjuangkan keadilan.

Tantangan dan Harapan

Dalam beberapa bulan terakhir, partisipasi dalam aksi di Lampung mengalami penurunan.

Namun, esensi Aksi Kamisan tidak terletak pada jumlah massa, melainkan pada konsistensi dan kesadaran para pesertanya terhadap isu yang diangkat.

Bahkan, aksi tetap berjalan meskipun hanya diikuti oleh tiga hingga lima orang. Lagu “Kebenaran Akan Terus Hidup” sering dilantunkan dalam setiap aksi, sebagai pengingat bahwa perjuangan akan terus berlangsung meski menghadapi berbagai tantangan.

Sudah sepatutnya masyarakat, khususnya warga Lampung dan mahasiswa, mulai membangun solidaritas dan kesadaran akan pentingnya aksi tersebut.

Terlebih, aksi ini kerap mengangkat isu-isu lokal yang berkaitan dengan kemanusiaan.

Dengan meningkatnya kesadaran dan partisipasi, perjuangan menuju keadilan yang diharapkan oleh keluarga korban akan semakin dekat untuk terwujud.

Jika keadilan belum dapat diraih pada pemerintahan saat ini, semangat solidaritas yang terus dijaga akan menjadi modal penting untuk memperjuangkannya di masa mendatang. (*)

Baca Juga: Aksi Kamisan: Suara Kritik dan Peringatan dari Lampung 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *