Mengharmonikan Agama dan Budaya dalam Kreativitas

oleh
Mengharmonikan Agama dan Budaya dalam Kreativitas
Kontingen Pemerintah Kota Bandarlampung dalam Festival Krakatau Ke-33 Tahun 2024 di Lapangan Korpri Kompleks Kantor Gubernur Lampung, Kota Bandarlampung, Sabtu (6/7/2024). Foto: Josua Napitupulu

Tantangan mengharmonikan agama dan budaya dalam kostum karnaval.

Dalam konteks keberagaman agama dan budaya, kreativitas dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun jembatan toleransi.

Namun, kata Mumu, tidak mudah bagi timnya untuk mengharmonikan agama dan budaya dalam sebuah kreativitas.

Terlebih mendesain kostum karnaval yang di dalamnya terdapat unsur-unsur agama dan budaya.

“Sebenarnya, kostum karnaval ini karya seni tanpa batas, beda dengan baju adat yang sudah punya pakem. Tapi, karena ini kaitannya dengan karnaval konsep agama dan budaya, kami tidak ingin melakukan kesalahan,” ujar dia.

Koordinator Tim Rumah Kreatif Gaya Lentera Muda Lampung, Michelle, menambahkan sensitivitas persoalan agama menjadi tantangan tersendiri dalam mendesain kostum Karnaval Lintas Agama.

“Budaya ‘aja sensitif. Artinya, pemahaman kami terbatas, kami bukan budayawan hanya kreator. Makanya, kami berkoordinasi dengan FKUB dan MPAL (Majelis Penyimbang Adat Lampung). Apakah penggunaannya sudah sesuai pakem atau belum,” kata Michelle.

Dia menjelaskan unsur-unsur budaya Lampung seperti siger, kain tapis, payung agung, dan motif ukiran khas Lampung, serta simbol-simbol agama untuk menguatkan sinopsis pada setiap kostum karnaval agar masyarakat mudah memahami.

Mengharmonikan Agama dan Budaya dalam Kreativitas
Sebagian bahan baku pembuatan kostum Karnaval Lintas Agama Kota Bandarlampung diperoleh dari luar daerah Provinsi Lampung. Foto: Josua Napitupulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *