DASWATI.ID – Sepanjang tahun 2022, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 LBH Kantor menerima 270 pengaduan.
Pengaduan ini datang dari 2.584 pencari keadilan, dan LBH melakukan pendampingan terhadap 62 kasus yang tersebar di 18 wilayah.
Pengaduan tersebut didasari oleh beberapa konflik perburuhan seperti pemutusan hubungan kerja, kriminalisasi, union busting dan perselisihan hubungan industrial lainnya.
Dari jumlah kasus tersebut, aktor yang diadukan di antaranya:
- korporasi lokal dan nasional (227);
- individu maupun kelompok swasta yang memiliki pengaruh serta kekuasaan di tempat kerja (22);
- pejabat pemerintah lokal (14);
- individu maupun kelompok swasta yang memiliki pengaruh serta kekuasaan di satu sekolah (8); dan
- pejabat pada tingkat nasional sebanyak (6) kasus.
UU Cipta Kerja
Menurut Kepala Divisi Advokasi LBH Bandarlampung Prabowo Pamungkas (Bowo), situasi perburuhan hari ini menggambarkan secara jelas betapa hidup kelas pekerja masih saja berkutat dalam lingkaran kemiskinan dan penindasan yang tidak berujung.
Situasi perburuhan diperparah dengan lahirnya UU Cipta Kerja.
“UU Cipta Kerja telah menciptakan iklim dan relasi hubungan industrial yang berbeda dari sebelumnya,” ujar Bowo.
Beberapa di antaranya terkait ketentuan mengenai fleksibilitas pasar kerja, skema politik upah murah, penambahan jam lembur hingga pemangkasan jaminan hak-hak dasar bagi kelas pekerja.
Pasar kerja fleksibel
Prabowo mengatakan pasar kerja fleksibel di Indonesia disebabkan beberapa hal berikut:
Pertama, sebagai akibat melimpahnya tenaga kerja (over supply) dibanding lapangan pekerjaan yang tersedia. Sehingga banyak orang menerima pekerjaan apapun asal bisa bekerja.
Kedua, lemahnya pengawasan ketenagakerjaan menyuburkan pekerja kontrak dan informal seperti praktik putting-out system.
Ketiga, regulasi yang tersedia tidak memadai untuk melindungi pekerja secara keseluruhan. Sehingga ada jutaan pekerja tak masuk dalam kategori pekerja karena diberi status ‘Mitra Kerja’.
“Pasar kerja fleksibel ini dilegitimasi oleh UU Cipta Kerja yang semakin menjerumuskan banyak pekerja ke dalam pola perbudakan modern,” jelas Bowo.
Praktik fleksibilitas
UU Cipta Kerja melegalkan praktik fleksibilitas pasar kerja dalam hal ‘Jam Kerja’ dimana pengusaha dapat memperpanjang waktu kerja pekerja, dan mengurangi hak istirahat pekerja.
“Semula, batasan maksimal waktu lembur 3 jam sehari dan 14 jam seminggu, menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu,” kata Bowo.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak mengatur jangka waktu serta mekanisme perpanjangan kontrak kerja.
“Sehingga aturan ini berpotensi dijadikan alasan bagi pengusaha untuk menjadikan buruh sebagai pekerja kontrak seumur hidup,” ujar dia.
Tak hanya itu, UU Cipta Kerja juga mengakomodir politik upah murah.
Penetapan upah minimun provinsi (UMP) dihitung menggunakan formula upah minimum tahun sebelumnya ditambah nilai penyesuaian dari unsur inflasi, pertumbuhan ekonomi dan nilai alfa.
“Nilai alfa ditentukan dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah dalam tiga periode terakhir waktu berjalan,” kata Prabowo.
Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Di Provinsi Lampung, melalui SK Gubernur Lampung Nomor G/694/V.08/HK/2023 tentang Penetapan UMP Tahun 2024, besaran kenaikan UMP hanya 3,16% atau sekitar Rp83.211,79,” ujar dia.
Angka kenaikan UMP dari 2023 ke 2024 ini turun signifikan dibandingkan angka kenaikan UMP dari 2022 ke 2023 yang mencapai 7,9%.
Beranjak kondisi buruh tersebut, LBH Bandarlampung menggelar Diskusi Publik dengan tema “Perkuat Solidaritas Pekerja, Bangun Kebijakan yang Adil dan Berkemanusiaan”.
LBH Bandarlampung berupaya memetakan persoalan dan situasi perburuhan di Indonesia, khususnya Lampung.
“Kami juga berupaya menguatkan solidaritas terhadap sesama kelas pekerja untuk mendorong kebijakan dan regulasi yang berpihak terhadap buruh,” pungkas Bowo.
Perkuat solidaritas buruh
Akademisi Universitas Lampung Fuad Abdulgani turut hadir sebagai narasumber dalam diskusi LBH Bandarlampung itu.
Menurut Dosen Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung ini, kelompok masyarakat sipil perlu lebih peka menyikapi dinamika pekerja di masing-masing sektor, dan dinamika serikat pekerja atau serikat buruh.
“Kelompok aktivis dan pegiat masalah perburuhan perlu menguatkan politik buruh lewat serikat yang berpedoman pada pemenuhan hak-hak buruh, dan peka terhadap masalah politik di antara serikat buruh itu sendiri,” kata dia usai acara diskusi.
Dinamika politik antarserikat buruh, baik yang dibentuk oleh perusahaan maupun serikat buruh yang sudah ada, seringkali memengaruhi perjuangan atau strategi advokasi hak-hak buruh.
Oleh karena itu, Fuad menekankan pentingnya terobosan baru dalam pengorganisasian serikat buruh dengan pendampingan dari kelompok masyarakat sipil.
“Salah satunya membentuk serikat buruh di luar struktur yang sudah ada, maupun di luar serikat buruh yang dibentuk oleh perusahaan,” ujar dia.
Tetapi, lanjut Fuad, penguatan pengorganisasian serikat buruh secara intensif sangat bergantung pada kekuatan kelompok-kelompok sipil yang fokus di bidang perburuhan.
Kesadaran kolektif
Hambatan lain dalam memperkuat solidaritas buruh adalah perbedaan pemahaman tentang arti buruh.
“Makna buruh sangat luas melampaui kontrak kerja tertulis. Kalau kita pakai kriteria dasar, buruh adalah semua orang yang menggantungkan hidupnya sebagai pekerja dan mendapatkan upah,” kata Fuad.
Sehingga untuk memperkuat solidaritas buruh dibutuhkan kesadaran kolektif terhadap definisi buruh.
“Pekerja di sektor manufaktur relatif lebih bisa mengafirmasi dirinya sebagai buruh ketimbang dosen di perguruan tinggi,” ujar dia.
Bagi Fuad, dosen juga buruh karena hidup dari upah yang diterima berdasarkan kapasitas kerjanya.
“Tapi justru dosen sedikit sekali mengafirmasi bahwa dirinya adalah buruh. Meskipun sekarang sudah mulai mengemuka Serikat Pekerja Kampus,” kata dia.
Hal lain yang perlu dicermati, lanjut Fuad, adalah para pekerja di sektor informal lainnya, misalnya pedagang atau distributor retail.
“Mereka menjual jasa atau buruh? Ini lebih kompleks lagi, belum tentu dia merasa buruh, tapi sebagai mitra kerja,” ujar Fuad.
Baca Juga: Aksi Simpatik Buruh Lampung di May Day 2024