Polisi Setop Kasus Perusakan Lahan Petani Kotabaru

oleh
Pemprov Lampung Rusak Lahan Garapan Petani Kota Baru
Satgas Pengamanan Aset Daerah Pemprov Lampung merusak lahan garapan petani Kota Baru, Jati Agung, Lampung Selatan, Sabtu (16/3/2024) siang. Foto: Tangkapan Layar Video Amatir

DASWATI.ID – Polisi setop kasus perusakan lahan petani Kotabaru, Jatiagung, Lampung Selatan. Pihak kepolisian resmi menghentikan penyelidikan dan penyidikan atas laporan korban, Uun Irawati.

“Polisi memberikan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) pada 6 Oktober 2024,” ujar Kepala Divisi Advokasi YLBHI – LBH Bandarlampung Prabowo Pamungkas (Bowo) dalam keterangannya, Senin (7/10/2024).

Polisi setop kasus perusakan lahan petani Kotabaru yang digarap oleh Uun Irawati.

Bowo menuturkan Uun Irawati atau Bunda Tini menjadi korban pengerusakan tanam tumbuh yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di lahan garapan Kotabaru.

“Pemprov Lampung melakukan penggusuran pada 16 Maret 2024 lalu terhadap tanam tumbuh yang menyebabkan petani perempuan merugi,” kata dia.

Terhadap pengerusakan tersebut, lanjut Bowo, petani secara bersama-sama melakukan pelaporan pada Polda Lampung pada 20 Maret 2024.

Kemudian pelaporan tersebut dilimpahkan pada Polres Lampung Selatan.

“Pada prosesnya telah dilakukan 3 kali pemeriksaan kepada Bunda Tini dan 2 anaknya. Namun, polisi justru menghentikan prosesnya tanpa melihat bagaimana dampak yang muncul dari pengerusakan yang terjadi,” jelas Bowo.

Petani Kotabaru Laporkan Pemprov ke Polda Lampung
LBH Bandarlampung bersama petani penggarap lahan Kotabaru di Mapolda Lampung, Lampung Selatan, Rabu (20/3/2024). Foto: Arsip LBH Bandarlampung

Baca Juga: Pemprov Lampung dan Petani Kotabaru Saling Lapor di Polda

LBH Bandarlampung menilai kepolisian dalam menangani kasus tidak objektif terhadap pengerusakan yang terjadi.

“Polisi tidak bisa melihat bagaimana hak seseorang dirampas, dan ketergantungan penghidupan petani dari tanaman di lahan tersebut,” sesal Bowo.

Ia menilai penyidik tidak berupaya melihat secara mendalam kaitannya dengan asas horizontal dan vertikal dalam persoalan tanah.

“Bahwa asas horizontal dan vertikal merupakan dua prinsip dasar yang sangat penting dalam memahami konsep kepemilikan tanah dan berbagai permasalahan hukum yang terkait,” kata dia.

Bowo menjelaskan kedua asas ini mengatur hubungan antara tanah dengan segala sesuatu yang melekat padanya, baik secara fisik maupun hukum.

Asas horizontal menyatakan bahwa tanah dan benda-benda yang melekat padanya dapat dimiliki secara terpisah.

“Artinya, pemilik tanah belum tentu menjadi pemilik bangunan atau tanaman yang ada di atasnya. Hak atas tanah dan hak atas benda-benda di atas tanah dapat dimiliki oleh orang yang berbeda,” pungkas Bowo.

Baca Juga: Merdeka dalam Belenggu Ekonomi Menekan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *