Tanpa Pengawasan Ketat, Larangan Pengecer Elpiji 3 Kg Bisa Sia-Sia

oleh
Tanpa Pengawasan Ketat, Larangan Pengecer Elpiji 3 Kg Bisa Sia-Sia
Rahman (36) warga Kebon Jeruk membeli elpiji 3 kg di Pangkalan Resmi Pertamina Ahmad Oslan milik Yuli di Jalan Adi Sucipto, Kebon Jeruk, Kota Bandarlampung, Minggu (2/2/2025) sore. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Kebijakan pemerintah yang melarang pengecer menjual elpiji 3 kilogram (kg) mendapat respon positif dari pemilik pangkalan elpiji resmi.

Yuli, pemilik Pangkalan Elpiji Ahmad Oslan di Jalan Adi Sucipto, Kebon Jeruk, Kota Bandarlampung, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut justru menguntungkan bagi pangkalan resmi seperti miliknya.

Menurutnya, larangan ini mendorong masyarakat untuk membeli elpiji langsung ke pangkalan, sehingga meningkatkan penjualan.

“Kalau buat kami, kebijakan ini menguntungkan karena banyak masyarakat akhirnya beli elpiji ke pangkalan. Kami tidak pernah ‘ngantar, konsumen beli langsung ke pangkalan,” ujar Yuli di Bandarlampung, Minggu (2/2/2025) sore.

Yuli menjelaskan bahwa stok elpiji 3 kg di pangkalan miliknya tidak mengalami masalah. Pihaknya siap menerima pasokan dalam jumlah besar karena permintaan dari masyarakat terus meningkat.

Saat ini, kuota elpiji 3 kg di pangkalan miliknya mencapai 600 tabung, dengan rencana penambahan kuota yang belum diketahui realisasinya.

“Stok tidak ada masalah, berapapun dikirim, kami siap terima karena masyarakat banyak beli ke kami. Kuota sekarang 600 tabung elpiji 3 kg. Rencananya ada penambahan, tapi realisasinya belum tahu kapan,” jelas Yuli.

Yuli juga mengungkapkan bahwa kebijakan ini tidak memberikan pengaruh signifikan bagi pangkalan resmi, mengingat harga jual elpiji 3 kg di pangkalan resmi tetap sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp20.000 per tabung.

Baca Juga: Awal Tahun 2025: harga beras stabil, Minyakita naik, gas elpiji aman

Namun, ia mencatat bahwa pengecer seringkali menjual elpiji dengan harga lebih tinggi, terutama jika pengiriman dilakukan hingga ke dalam gang atau pada malam hari.

“Harga gas elpiji 3 kg dari pengecer, kalau ‘ngantar masuk sampai ke dalam gang, bisa sampai Rp25.000. Apalagi kalau belinya malam hari karena orang butuh kan. Tetapi kalau siang hari, paling dia (pengecer) jual Rp23.000 karena pangkalan masih buka. Saya buka sampai pukul 17.00 WIB,” tutur Yuli.

Berharap kuota elpiji 3 kg ditambah.

Yuli menambahkan bahwa pangkalan miliknya hanya melayani masyarakat sekitar, termasuk sekitar 150 kepala keluarga (KK) di dalam gang tempat pangkalan tersebut berlokasi.

Namun, dengan kuota pengiriman sekali angkut hanya 120 tabung, masih terdapat kekurangan pasokan untuk sekitar 30 KK. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan lebih besar kepada pangkalan resmi.

“Pangkalan saya selama ini tidak pernah melayani pengecer. Buat masyarakat di sini. Di dalam gang sini saja sudah sekitar 150 KK. Kalau dalam sekali pengiriman cuma 120 tabung, masih kekurangan untuk sekitar 30 KK. Artinya perlu dukungan dari pemerintah untuk pangkalan resmi,” tegas dia.

Meskipun mengapresiasi kebijakan pemerintah, Yuli mengkhawatirkan adanya potensi penyalahgunaan oleh pangkalan swasta.

Ia menilai, beberapa pangkalan swasta mungkin akan menaikkan harga di atas HET yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengawasan dan konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakan ini.

“Saya mengkhawatirkan ada permainan di pangkalan, khususnya pangkalan swasta, karena mereka bisa menaikkan harga dari HET Rp20.000. Banyak itu, ada beberapa pangkalan yang menjual dengan harga lebih tinggi dari harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Peraturan sebelumnya saja mereka sudah bermain. Itu pangkalan swasta. Perlu ada pengawasan terhadap kebijakan ini karena pasti akan dimanfaatkan sama pangkalan swasta,” ujar Yuli.

Sebagai pangkalan resmi milik Pertamina, Yuli mengaku kecil kemungkinan untuk bermain dengan harga karena risiko yang besar, termasuk ancaman penutupan pangkalan jika ketahuan melanggar.

Tanpa Pengawasan Ketat, Larangan Pengecer Elpiji 3 Kg Bisa Sia-Sia
Pangkalan Elpiji Ahmad Oslan di Jalan Adi Sucipto Kebon Jeruk seputaran Pasar Tugu Kota Bandarlampung, Rabu (8/1/2025). Dokumentasi: Josua Napitupulu

Ia pun mendorong pemerintah untuk melakukan pengecekan terhadap pangkalan swasta yang mungkin menjual elpiji di atas HET.

“Kalau saya kan pangkalan resmi dari Pertamina, pemerintah yang punya, kecil kemungkinannya untuk bermain harga karena untungnya sudah lumayan gede. Apalagi kalau ketahuan satu kali langsung ditutup sama mereka. Coba saja cek pangkalan swasta. Ya alasannya mungkin karena mereka mendapatkan harga lebih mahal, tapi kan ‘gak mungkin. Harga net sudah ditentukan. Itu saja sih yang saya khawatirkan,” pungkas Yuli.

Kebijakan larangan pengecer menjual elpiji 3 kg dinilai memiliki plus minus, namun Yuli optimis bahwa dengan pengawasan yang ketat, kebijakan ini dapat memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat dan pangkalan resmi.

Pastikan stok elpiji 3 kg di pangkalan tersedia.

Kebijakan pemerintah yang melarang pengecer menjual elpiji 3 kg menuai tanggapan beragam dari masyarakat.

Salah satunya datang dari Rahman (36), warga Kebon Jeruk, Bandarlampung.

Rahman mengaku pernah membeli elpiji 3 kg dari pengecer dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp24.000 hingga Rp25.000, tergantung kondisi pasokan.

“Saya pernah beli elpiji 3 kg dari pengecer, harganya Rp24.000 – Rp25.000. Tergantung, kalau lagi langka ya harganya makin naik lagi,” ujar Rahman.

Meski demikian, Rahman menyatakan bahwa larangan pengecer menjual elpiji 3 kg tidak menjadi masalah besar baginya, asalkan stok elpiji di agen atau pangkalan resmi tetap tersedia.

Menurutnya, yang terpenting adalah masyarakat tetap bisa mendapatkan elpiji dengan mudah dan harga terjangkau.

“Nggak masalah (kalau pengecer tidak bisa lagi jual gas), yang penting di agennya ada terus. Tidak masalah. Jadi kalau gas habis bisa beli,” kata Rahman.

Namun, Rahman mengakui bahwa terkadang ia terpaksa membeli elpiji dari pengecer ketika stok di agen resmi habis.

Ia menceritakan bahwa mencari elpiji di tempat lain, terutama di daerah yang bukan tempat tinggalnya, cukup sulit karena keterbatasan akses.

“Terkadang kan kalau di agen habis, mau nggak mau saya belinya di pengecer. Kalau nyari-nyari di tempat lain agak susah karena bukan warga sana (setempat) nggak bisa,” ujar dia.

Rahman berharap kebijakan pemerintah diimbangi dengan peningkatan pasokan elpiji 3 kg di agen-agen resmi.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa masyarakat tidak kesulitan mendapatkan elpiji, terutama di saat-saat mendesak.

“Kalau pemerintah melarang pengecer jual elpiji, ya harus dipastikan stok di agen cukup. Jangan sampai masyarakat kebingungan cari gas karena agen kehabisan stok,” tutup dia.

Pengecer elpiji 3 kg dilarang mulai 1 Februari 2025.

Sebelumnya, penjualan elpiji 3 kg melalui pengecer tidak diperbolehkan lagi mulai 1 Februari 2025.

Dikutip dari kompas.com, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, pengecer yang ingin tetap menjual elpiji subsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi Pertamina.

“Jadi, pengecer kita jadikan pangkalan. Mereka harus mendaftarkan nomor induk perusahaan terlebih dulu,” ujar Yuliot di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Pengecer yang ingin menjadi pangkalan bisa mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB).

“Nomor induk perusahaan diterbitkan melalui OSS. Kalau pengecer ingin jadi pangkalan, perseorangan pun boleh daftar,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *