DASWATI.ID – Komnas HAM meminta pihak-pihak terkait untuk mengantisipasi potensi konflik sosial di pilkada calon tunggal.
Berdasarkan hasil pengamatan Komnas HAM terhadap situasi Pra Pilkada Provinsi Lampung terdapat tiga daerah di Provinsi Lampung yang akan melawan kotak kosong, yaitu Lampung Timur, Lampung Barat, dan Tulangbawang Barat.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM pada Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan fenomena calon tunggal merupakan monopoli politik yang tidak hanya terjadi di Lampung.
“Monopoli politik tidak hanya terjadi di Lampung, tetapi juga di daerah-daerah lain. Ini tantangan demokrasi kita hari ini,” kata dia di Bandarlampung, Kamis (5/9/2024) malam.
KPU RI merilis terdapat 41 wilayah, dari sebelumnya 43 wilayah, yang berpotensi pilkada calon tunggal setelah perpanjangan pendaftaran pasangan calon pada 2-4 September 2024.
Komnas HAM menilai potensi konflik sosial di pilkada calon tunggal bisa terjadi akibat ketidakpuasan bakal calon atas hasil penetapan KPU dan berimbas pada mobilisasi pendukung untuk melakukan tindakan kekerasan.
Anis menyampaikan Komnas HAM mendapatkan informasi adanya penolakan terhadap pasangan bakal calon yang mendaftar ke KPU Lampung Timur pada masa perpanjangan pendaftaran.
“Informasi yang kami terima ada penolakan bakal calon di Lampung Timur pada perpanjangan pendaftaran. Ini berpotensi pelanggaran hak asasi manusia,” tegas dia.
Baca Juga: Dawam Rahardjo Merasa Dijegal Ikut Pilkada Lampung Timur
Anis mengatakan Komnas HAM akan melakukan pemantauan dan penyelidikan apabila pihak-pihak terkait mengadukan peristiwa tersebut.
“Kami akan menunggu pengaduannya ke Komnas HAM, dan akan kami tindak lanjuti sesuai kewenangan Komnas HAM dalam bentuk pemantauan, penyelidikan, untuk menyampaikan rekomendasi pada para pihak,” ujar dia.
“Misalnya, kalau terkait pilkada tentu penyelenggara pemilu, kalau ada potensi kasus hukum maka kami merekomendasikan kepada aparat penegak hukum,” lanjut Anis.
Ia menyesalkan pilkada calon tunggal yang menutup ruang bagi masyarakat untuk dipilih dan memilih.
“Ekosistem pilkada tidak sehat dengan adanya monopoli politik. Setiap orang berhak untuk dipilih, artinya monopoli politik mempersempit ruang bagi banyak kandidat untuk berlaga,” kata dia.
Pilkada calon tunggal, lanjut Anis, juga merugikan masyarakat yang mempunyai hak pilih.
“Masyarakat tidak punya pilihan untuk memilih calon pemimpin yang sesuai aspirasi dan kebutuhan daerah,” pungkas dia.