Oleh: Darmawan Purba–Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung
DASWATI.ID – Gelombang demonstrasi masif, insiden penjarahan rumah anggota dewan, hingga pembakaran gedung DPRD di berbagai daerah menunjukkan kulminasi kontradiksi antara harapan rakyat dengan realitas perilaku wakilnya.
Masyarakat mendambakan kehadiran wakil yang berpihak dan memperjuangkan kepentingan publik, namun yang terlihat adalah perilaku elitis, abai, dan jauh dari aspirasi.
Komunikasi politik yang ada seringkali tidak menyentuh akar permasalahan, dan kanal partisipasi cenderung formalistik serta kaku.
Komunikasi Politik Berbasis Empati sebagai Solusi Nasional
Secara nasional, komunikasi politik ke depan harus berorientasi pada pola partisipatif yang berlandaskan empati.
Pemerintah dan parlemen dituntut tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga harus mampu merasakan keresahan rakyat, mengakui keluh-kesah mereka, dan menghadirkan solusi yang dirasakan adil.
Empati ini perlu diwujudkan melalui ruang dialog yang terbuka, responsif, dengan bahasa yang sederhana dan membumi.
Transparansi, konsistensi, dan kesediaan untuk mendengar merupakan kunci esensial untuk mengembalikan kepercayaan rakyat; tanpa ini, potensi krisis legitimasi dalam bentuk gejolak sosial akan terus berulang.
Relevansi bagi DPRD Lampung: Tantangan Etika dan Representasi
Situasi ini sangat relevan bagi DPRD Lampung, di mana fenomena seperti rapat paripurna yang sekadar memenuhi kuorum, anggota yang sibuk bermain gawai, melakukan live TikTok, tidur di ruang sidang, hingga tingkat absensi yang tinggi, mencerminkan lemahnya etika politik dan miskinnya komunikasi representatif.
Padahal, DPRD sesungguhnya adalah penjelmaan seluruh masyarakat Provinsi Lampung dengan misi besar untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan rakyat, menyerap aspirasi, menyaringnya, dan memperjuangkannya menjadi kebijakan yang adil.
Jika fungsi fundamental ini diabaikan, DPRD berisiko menjadi panggung seremonial yang kehilangan makna.
Penerapan Prinsip “3 GOOD” untuk DPRD Lampung
Oleh karena itu, DPRD Lampung perlu membangun komunikasi politik yang sehat dengan berlandaskan prinsip “3 GOOD”:
1. GOOD LOOKING
Prinsip ini bukan hanya mengenai penampilan fisik, melainkan citra moral, etika, dan kesopanan seorang wakil rakyat.
Anggota dewan diharapkan tampil rapi, berwibawa, dan serius dalam menjalankan tugas sebagai bentuk penghormatan kepada rakyat yang mereka wakili.
2. GOOD SPEAKING
Mengacu pada kemampuan berbicara yang jernih, santun, dan meyakinkan, baik dalam forum formal maupun informal.
Aspirasi rakyat harus diartikulasikan dengan bahasa yang sederhana, disertai kemampuan untuk mendengarkan secara aktif, karena komunikasi sejati lahir dari empati.
3. GOOD ACTING
Menekankan konsistensi antara ucapan dan tindakan. Kehadiran aktif dalam rapat paripurna, kesungguhan dalam pembahasan kebijakan, dan komitmen nyata untuk memperjuangkan kepentingan rakyat adalah bukti integritas yang dinanti publik.
Harapan dan Dampak Implementasi “3 GOOD”
Dengan menginternalisasi prinsip “3 GOOD” ini, DPRD Lampung berpotensi untuk mengubah wajah parlemen daerah menjadi lebih bermartabat, komunikatif, dan efektif.
Implementasi “GOOD LOOKING” akan menghadirkan wakil rakyat yang beretika dan menghormati konstituen.
“GOOD SPEAKING” akan menjadikan DPRD lebih komunikatif, mampu berbicara jelas dan mendengar keluh-kesah masyarakat.
Sementara itu, “GOOD ACTING” akan memastikan bahwa ucapan selaras dengan tindakan nyata.
Jika ketiga prinsip ini dijalankan, DPRD Lampung tidak hanya dapat terhindar dari krisis legitimasi, tetapi juga berpotensi tampil sebagai teladan parlemen daerah yang modern, empatik, dan benar-benar berpihak pada rakyat. (*)
Baca Juga: Demo Aliansi Lampung Melawan Tuai Pujian: Aksi Kondusif dengan Ribuan Massa