Bawaslu OKU Berpotensi di-DKPP-kan dan Dipidanakan

oleh
Dugaan Jual Beli Suara oleh Oknum Bawaslu OKU Tindak Pidana Pemilu
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Baturaja (UNBARA) Yahnu Wiguno Sanyoto. Foto: Istimewa

DASWATI.IDBawaslu OKU berpotensi di-DKPP-kan dan dipidanakan akibat kelalaian prosedur dalam menindaklanjuti laporan.

Akademisi Ilmu Pemerintahan FISIP dan Hukum Universitas Baturaja, Yahnu Wiguno Sanyoto, mewanti-wanti Bawaslu OKU (Ogan Komering Ulu) agar menangani setiap laporan dugaan pelanggaran pemilihan maupun bukan pelanggaran pemilihan secara profesional dan proporsional.

“Penanganan laporan ini sesuai dengan tata cara, prosedur, dan mekanisme yang diatur di dalam UU Nomor 6 Tahun 2020, dan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024,” ujar Yahnu ketika dihubungi dari Bandarlampung, Senin (21/10/2024).

Bawaslu OKU berpotensi di-DKPP-kan dan dipidanakan oleh Tim Hukum Pasangan Yudi Purna Nugraha (YPN) dan Yenny Elita (YESS).

Yahnu menuturkan Tim Hukum YPN-YESS menemukan banyaknya kelalaian prosedur yang dilakukan Bawaslu OKU dalam menindaklanjuti laporan-laporan dugaan pelanggaran pemilihan.

Hal tersebut tergambar jelas dalam sikap Bawaslu OKU ketika menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pemilihan yang disampaikan.

“Ini dibuktikan dengan tidak diregistrasi dan dihentikannya proses penanganan laporan dugaan pelanggaran,” kata dia.

Kemudian, Tim Hukum YPN-YESS juga menemukan adanya pegawai Bawaslu OKU, yang bukan tugas dan wewenangnya, dilibatkan dalam proses penanganan pelanggaran, seperti menerima berkas laporan.

“Itu hanya sebagian kecil kelalaian yang ditemukan oleh Tim Hukum YPN-YESS. Kelalaian dan kesengajaan berikutnya adalah tidak meregistrasi dan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran dengan alasan tidak dipenuhinya syarat materil laporan,” tutur Yahnu.

Padahal, jelas dia, jika melihat syarat formil dan materil yang menjadi syarat pelaporan, hal tersebut sudah semuanya dipenuhi oleh Tim Hukum YPN-YESS.

“Bawaslu OKU sangat disayangkan hanya mencari-cari alasan pembenar sehingga laporan yang disampaikan tidak ditindaklanjuti,” ujar Yahnu.

Deklarasi Netralitas Pegawai Non-ASN di Pemilu 2024
Anggota Bawaslu Kota Bandarlampung 2018-2023 Yahnu Wiguno Sanyoto. Foto: Josua Napitupulu

Potensi pelanggaran etik dan pidana pemilihan oleh Bawaslu OKU.

Yahnu mengatakan dalam Perbawaslu 9 Tahun 2024 Pasal 10 ayat (1) huruf (b) disebutkan hasil kajian awal berupa kesimpulan, bahwa:

Laporan tidak memenuhi syarat formal dan/atau materiil atau jenis dugaan pelanggaran merupakan dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lain.

“Artinya ada alternatif pilihan, jika memang tidak terpenuhi syarat materiil sebagaimana keterangan dalam status laporan yang diumumkan, semestinya dapat disimpulkan alternatif pilihan yang satunya lagi, yaitu berdasarkan kajian awal dugaan pelanggaran yang dilaporkan merupakan jenis dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lain,” jelas Yahnu.

Yahnu, yang juga Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Baturaja pun mengingatkan apabila Bawaslu OKU tidak taat tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran maka berpotensi diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) atau bahkan dapat dipidanakan.

“Jadi saya berharap teman-teman Bawaslu OKU dan staf sekretariat hati-hati sekali untuk hal ini. Mengingat penyelenggara Pemilu/Pemilihan sangat rentan melanggar kode etik, sehingga saat ini, jika kita perhatikan, di berbagai daerah banyak penyelenggara Pemilu/Pemilihan yang diadukan ke DKPP,” kata dia.

Ia pun menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Pasal 32 huruf (c), dalam Pemilihan Bupati dan Walikota, Bawaslu Kabupaten/Kota wajib menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan.

Sementara huruf (f) menyatakan bahwa Bawaslu Kabupaten/Kota wajib melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Pada konteks ini, lanjut Yahnu, peraturan perundang-undangan berupa Perbawaslu 8 Tahun 2020 juncto Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 sebagaimana diatur di dalam Pasal 36 mewajibkan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk bukan saja menerima dan menindaklanjuti laporan/temuan yang terkait dengan pelanggaran pemilihan.

Namun juga laporan/temuan yang berkaitan dengan bukan pelanggaran pemilihan dengan cara meneruskannya kepada instansi yang berwenang disertai salinan berkas pelanggaran yang terdiri dari formulir laporan/temuan, kajian, dan bukti.

Terkait sanksi pidana pemilihannya, Yahnu, yang juga pernah menjabat sebagai Anggota sekaligus Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kota Bandarlampung 2018-2023 menjelaskan bahwa hal ini diatur di dalam Undang-Undang Pemilihan Pasal 193B ayat (2) yang menyatakan bahwa:

Ketua dan/atau Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah).

Baca Juga: HIMAPEM Unbara Sukses Bedah Ide Calon Pemimpin OKU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *