DASWATI.ID – Lampung gemah ripah loh jinawi dengan Keadilan Ekologis dan Etika Kepedulian (Ethic of Care).
Akademisi Universitas Lampung Prof Ari Darmastuti menuturkan laju pertumbuhan penduduk sejak transmigran memasuki Lampung telah meningkatkan tekanan pada ekosistem alam.
Hal ini berdampak pada eksploitasi sumber daya alam, pencemaran lingkungan, dan memperburuk kualitas hidup masyarakat.
“Kita tidak bisa lagi menempatkan isu Lampung itu hanya SDGs (Sustainable Development Goals). Berbicara tentang Keadilan Ekologis berkenaan juga dengan perubahan iklim yang mempengaruhi petani dan nelayan,” ujar Ari dalam acara dialog publik yang digelar Eksekutif Daerah Walhi Lampung di Bandarlampung, Rabu (20/11/2024).
Walhi Lampung menggelar Dialog Publik “Menuju Babak Baru Provinsi Lampung Dalam Mewujudkan Keadilan Ekologis”.
Acara ini dihadiri Calon Wakil Gubernur Lampung Nomor Urut 1 Sutono, Calon Wakil Gubernur Lampung Nomor Urut 2 Jihan Nurlela, petani, nelayan, akademisi, mahasiswa, dan penggiat lingkungan.
Prof Ari menyatakan kesaksian petani dan nelayan yang kehilangan ruang hidup dan penghidupan adalah gambaran ketidakadilan, sehingga Lampung gemah ripah loh jinawi tidak ada lagi.
“Kalau keadilan hanya dilihat dari segi hukum dan politik, maka keadilan ekologis tidak akan pernah terwujud. Maka, keadilan ekologis itu esensinya harus Ethic of Care, Etika Kepedulian, bukan lagi keadilan hukum formal,” kata dia.
Baca Juga: Petani Lampung Timur Butuh Lebih dari Sekadar Caping dan Sepatu
Ari menekankan Keadilan Ekologis penting untuk generasi berikutnya dengan mewariskan lingkungan hidup lebih baik.
“Generasi yang sekarang saja tidak mendapatkan keadilan ekologis, bagaimana generasi yang akan datang? Mereka berhak mendapatkan lingkungan hidup yang lebih baik dari saat ini,” tegas Ari.
Untuk mencapai Keadilan Ekologis, lanjut dia, Etika Kepedulian harus menjadi landasan untuk melindungi kelompok rentan yang paling terdampak oleh kerusakan lingkungan.
“Etika Kepedulian kepada kelompok yang paling rentan harus menjadi ideologi kita dalam melihat Keadilan Ekologis,” pungkas Ari.
Pengelolaan lingkungan berkelanjutan sebatas serapan anggaran.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Lampung Dr Dedy Hermawan memandang visi, misi, dan program kerja Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung 2024 belum mengungkap permasalahan dan solusi nyata dalam mengelola sumber daya alam berkelanjutan.
“Problem aktualisasi data tidak kelihatan, kedalaman kebijakan yang pro terhadap publik tidak terungkap,” ujar dia.
Dedy Hermawan juga memandang para calon belum memiliki terobosan-terobosan baru untuk bisa mengatasi hambatan birokrasi dalam mewujudkan Keadilan Ekologis.
“Visi, misi, paradigma, dan rencana pembangunan lingkungan selalu terkendala birokrasi. Birokrasi itu cara berpikirnya seolah-olah penyerapan anggaran, sementara dampak dan tujuan kebijakan publik itu seringkali tidak terukur,” kata dia.
“Kalau perspektif mengelola lingkungan masih sebatas serapan anggaran, kita tidak berharap banyak soal Keadilan Ekologis ini,” pungkas Dedy Hermawan.
Baca Juga: Warga Sukorahayu Tolak Tambang Pasir Kuarsa PT Nanda Jaya Silika