Tren Wisata Indonesia 2026: Imersi Budaya dan Petualangan Alam

oleh
Kidung Nemui Nyimah di Krakatau Festival: Semangat Keramahan Lampung Sambut Wisatawan
Mahasiswa Internasional Universitas Lampung dari berbagai negara ikut menyukseskan acara Karnaval Topeng Lampung "Lampung Mask Street Carnival" di Lapangan KORPRI Pemprov Lampung, Kota Bandar Lampung, Sabtu (5/7/2025) sore. Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID — Sektor pariwisata nasional Indonesia pada tahun 2026 diproyeksikan akan memasuki fase transformasi strategis dengan mengedepankan pengalaman wisata yang bernilai tinggi, fokus pada imersi budaya dan prinsip berkelanjutan.

Arah strategis ini termaktub dalam dokumen Indonesia Tourism Outlook 2025/2026, yang secara resmi diluncurkan pada forum Wonderful Indonesia Outlook (WIO) 2025/2026.

Dokumen ini dimaksudkan untuk menjadi kompas bagi pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan yang adaptif, inovatif, dan berkelanjutan.

Semangat yang diusung untuk tahun 2026 adalah “Quality Sustains Future”, menegaskan bahwa kualitas adalah landasan penting untuk keberlanjutan dan masa depan sektor pariwisata.

Laporan tahunan Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 diluncurkan di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, pada Kamis (20/11/2025).

Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 merupakan hasil kolaborasi Kementerian Pariwisata, Bank Indonesia, dan Kementerian PPN/Bappenas.

“Kami di Kementerian Pariwisata berharap apa yang telah kami rangkum dalam Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 dapat menjadi pemahaman dan panduan bersama dalam mengusahakan sektor pariwisata ke depannya,” kata Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana.

Baca Juga: Denyut Nadi Pariwisata Lampung: Hunian Hotel dan Jasa Akomodasi

Pariwisata Berkualitas sebagai Kompas Nasional 2026 

Dokumen Indonesia Tourism Outlook 2025/2026 menyatakan bahwa Pariwisata Berkualitas (Quality Tourism, QT) telah ditetapkan sebagai Kompas Pariwisata Nasional 2026 dan menjadi pilar utama pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

QT menandai fase transformasi sektor pariwisata nasional menuju arah yang lebih berkualitas, berdaya saing, dan berkelanjutan, setelah melalui fase pemulihan pasca-pandemi.

Visi pariwisata berkualitas berorientasi pada pembangunan ekosistem yang unggul dalam pelayanan, destinasi, dan pengalaman wisatawan, selaras dengan pariwisata yang tidak hanya pembangkit ekonomi, tetapi juga bermakna bagi manusia dan alam.

Lampung Surga Wisata saat Natal dan Tahun Baru
Panorama Pantai Mutun di Kabupaten Pesawaran. Foto: Josua Napitupulu

Pengembangan pariwisata ke depan diutamakan untuk menumbuhkan nilai tambah ekonomi, menghargai lingkungan, dan memberdayakan masyarakat di sekitar destinasi wisata.

Arah kebijakan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2026 diprioritaskan pada penguatan nilai tambah dan daya saing, dengan sasaran pencapaian devisa pariwisata sebesar 22,00–24,70 miliar dolar AS, dan peningkatan rasio Produk Domestik Bruto (PDB) pariwisata menjadi 4,6–4,7%.

Baca Juga: Indonesia Luncurkan Pedoman Investasi Pariwisata

Penguatan Imersi Budaya dan Warisan Lokal

Tren utama dalam arah pengembangan pariwisata 2026 adalah fokus pada pengalaman mendalam. Salah satu strategi utama RKP 2026 adalah pelestarian budaya serta pengembangan desa wisata berbasis komunitas.

Hal ini diperkuat melalui salah satu dari Tujuh Arah Pengembangan Pariwisata Indonesia 2026, yaitu Merawat Warisan Budaya, Mengkurasi Pengalaman Wisata.

Strategi ini secara spesifik mendorong cultural immersion (imersi budaya) melalui pengembangan ekosistem desa wisata sebagai pusat kurasi pengalaman.

Selain itu, pemberdayaan komunitas lokal serta pengelolaan destinasi berbasis teknologi digital (Smart Visitor Management) juga didorong untuk mengelola kapasitas daya tampung (carrying capacity).

Aspek budaya dan keunikan menjadi salah satu pilar pengukuran QT (Keunikan/Uniqueness), yang menilai keunikan atraksi alam dan budaya, desain ruang, dan keramahan masyarakat lokal.

Sementara pilar Bernilai Tinggi (High Value) berfokus pada pengalaman yang edukatif dan eksklusif.

Baca Juga: Mengharmonikan Agama dan Budaya dalam Kreativitas

Family Gathering SMSI Bandar Lampung: Menyulam Kebersamaan di Kota Kembang
Family Gathering SMSI Bandar Lampung di arung jeram Pemandian Air Panas Ciater, Subang, Jawa Barat. Dokumentasi SMSI Bandar Lampung

Petualangan Alam dan Transformasi Regeneratif

Sejalan dengan preferensi global, pengembangan pariwisata Indonesia bergeser dari sekadar berkelanjutan menuju regeneratif.

Arah ini diimplementasikan dengan mengintegrasikan prinsip Blue-Green-Circular Economy (BGCE), serta penyusunan paket wisata berkelanjutan yang disebut WISE Trip.

Megatren global menunjukkan bahwa Milenial dan Gen Z, sebagai segmen wisatawan Next-gen Tourism, mencari pengalaman yang eco-friendly, berorientasi pada keberlanjutan, dan dampak sosial.

Baca Juga: Blokade Laut Ilegal Marriott dan Jeritan Nelayan Pesawaran

Hal ini selaras dengan fokus pengembangan pariwisata pada Sustainability (Keberlanjutan), yang mencakup pelestarian lingkungan dan budaya, serta pengelolaan destinasi berkelanjutan.

Peningkatan konektivitas dan infrastruktur juga menjadi strategi pendukung, termasuk perluasan jaringan transportasi dengan moda rendah emisi.

Tantangan Implementasi dan Sinergi Lintas Sektor

Meskipun arahnya jelas, implementasi QT menghadapi tantangan struktural.

Isu strategis yang perlu diatasi antara lain adalah degradasi lingkungan dan erosi nilai budaya lokal, serta terbatasnya kapasitas tata kelola dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pariwisata dan daya dukung lingkungan.

Contoh nyata dari tantangan ini terlihat dari isu banjir di Bali dan degradasi ekosistem di Raja Ampat.

Selain itu, tantangan juga mencakup keterbatasan amenitas, aksesibilitas, dan atraksi; kualitas layanan yang belum berorientasi pada pengalaman wisata; dan rendahnya tingkat pengeluaran wisatawan.

Baca Juga: Dari Pariwisata ke IPM: Jalan yang Belum Usai

Untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan pembangunan pariwisata yang konsisten dan terukur, sinergi lintas pemangku kepentingan, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, dianggap sebagai landasan penting.

Pengembangan ini akan direalisasikan melalui kolaborasi strategi dari lima faktor pendukung utama, termasuk infrastruktur, keuangan, teknologi dan inovasi, SDM dan keahlian, serta regulasi dan kolaborasi sektor publik-swasta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *