Kementerian Pertanian Undang Pengusaha Tapioka di Lampung

oleh
Mengurai Monopoli Industri Tapioka di Lampung
Unjuk rasa ribuan petani singkong dari Lampung Utara, Lampung Timur, Lampung Tengah, Mesuji, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Way Kanan, di DPRD Provinsi Lampung, Bandarlampung, Senin (13/1/2025). Foto: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Kementerian Pertanian undang pengusaha tapioka di Lampung untuk membahas kesepakatan harga singkong di tengah demo petani dan fluktuasi harga.

Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman mengundang sejumlah perusahaan tapioka dan instansi terkait di Provinsi Lampung untuk mengadakan rapat koordinasi (rakor).

“Kementerian Pertanian mengundang kami untuk hadir dalam rapat koordinasi pada 31 Januari 2025,” kata Ketua Panitia Khusus Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung, Mikdar Ilyas, di Bandarlampung, Rabu (29/1/2025).

Baca Juga: Menteri Pertanian Bela Petani Singkong di Lampung

Kementerian Pertanian undang pengusaha tapioka di Lampung.

Rakor dijadwalkan berlangsung pada 31 Januari 2025 untuk membahas masalah harga singkong yang rendah dan kesepakatan harga yang belum diimplementasikan.

Mikdar menyampaikan pertemuan tersebut akan dihadiri unsur pimpinan Panitia Khusus Tata Niaga Singkong, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura (KPTPH) Provinsi Lampung, serta Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Lampung Timur.

Mengurai Monopoli Industri Tapioka di Lampung
Ketua Paguyuban Petani Singkong Lampung Timur Mardoni SAP (kiri) dan Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia Provinsi Lampung Dasrul Aswin (kanan) di Ruang Rapat Komisi DPRD Provinsi Lampung, Bandarlampung, Senin (13/1/2025). Foto: Josua Napitupulu

Sementara perusahaan yang diundang antara lain PT Budi Starch & Sweetener, PT Sinar Pematang Mulia, PT Umas Jaya Agrotama, PT Sinar Laut Group, PT Tedco, dan PT Kapal Api Group.

“Rapat ini juga melibatkan perhimpunan petani singkong, penyuluh pertanian, dan kelompok tani dari tujuh kabupaten di Lampung,” ujar Mikdar.

Adapun perwakilan petani singkong dari tujuh kabupaten yakni Lampung Utara, Lampung Timur, Lampung Tengah, Mesuji, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Way Kanan.

Kementerian Pertanian RI mengundang Pansus Tata Niaga Singkong, Pemprov Lampung, pengusaha tapioka, dan petani singkong.

Mikdar menyatakan bahwa Pansus Tata Niaga Singkong akan menyampaikan solusi atas harga singkong yang sangat rendah.

“Keluhan utama petani saat ini adalah harga yang terlalu rendah, dan SKB yang dikeluarkan oleh Pj Gubernur tidak berjalan,” kata dia.

Dalam rapat koordinasi pada Senin (23/12/2024), Pemerintah Provinsi Lampung menginisiasi kesepakatan dengan petani singkong dan pelaku industri tapioka untuk menetapkan harga pembelian singkong minimal Rp1.400 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen, berlaku untuk singkong yang ditanam minimal sembilan bulan.

Namun, hingga saat ini, tidak ada perusahaan di Lampung yang mengikuti Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut.

Baca Juga: Pengusaha Tapioka di Lampung Diduga Melawan Hukum

Mengurai Monopoli Industri Tapioka di Lampung
Ribuan petani singkong dari Lampung Utara, Lampung Timur, Lampung Tengah, Mesuji, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Way Kanan, berunjuk rasa di DPRD Provinsi Lampung, Bandarlampung, Senin (13/1/2025). Foto: Josua Napitupulu

Mikdar menyampaikan keluhan para pengusaha mengenai impor tapioka yang dijual dengan harga murah, sehingga mereka kesulitan bersaing.

“Pabrik kalah bersaing dengan barang impor karena harganya yang rendah. Jika impor membuat harga anjlok dan pabrik tidak dapat mengikuti SKB, maka impor harus dihentikan,” jelas dia.

Menurutnya, jika pemerintah harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tinggi, maka impor sebaiknya dilakukan oleh Perum Bulog.

“Jika impor dihentikan, produksi dan harga akan terserap sepenuhnya. Jika impor tetap diperlukan, sebaiknya dilakukan oleh Bulog agar tidak menimbulkan persaingan di antara perusahaan,” ujar Mikdar.

Politisi Partai Gerindra ini berharap rakor bersama Kementerian Pertanian dapat menghasilkan kesepakatan dan jalan tengah agar petani singkong dan perusahaan tapioka dapat terus bermitra.

“Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, Lampung tidak akan lagi menjadi penghasil singkong terbesar di Indonesia dan kita tidak dapat memenuhi kebutuhan nasional,” pungkas Mikdar.

Baca Juga: Mengurai Monopoli Industri Tapioka di Lampung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *