DASWATI.ID – Ombudsman menekankan bahwa pemberian ijazah di Lampung perlu perbaikan agar dapat memenuhi standar pelayanan publik yang baik.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, Nur Rakhman Yusuf, menyatakan bahwa dalam empat tahun terakhir, pihaknya masih menerima banyak keluhan dari masyarakat mengenai penahanan ijazah atau ketidakpastian pemberian ijazah kepada siswa di sekolah menengah negeri.
Ombudsman Lampung mencatat adanya peningkatan perhatian masyarakat terhadap isu pemberian ijazah selama periode 2019-2023.
“Di tahun 2023, tercatat sebanyak 13 laporan dan konsultasi yang masuk, sementara di tahun 2022 ada sembilan laporan, tahun 2021 sebanyak tiga laporan, tahun 2020 menerima lima laporan, dan di tahun 2019 hanya satu laporan,” ujar Nur Rakhman Yusuf dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).
Menurut dia, peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin peduli dan ingin memastikan hak pendidikan setiap siswa terpenuhi dengan baik dan tanpa hambatan administratif.
“Sebagai respons terhadap hal ini, saran perbaikan telah diberikan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Ombudsman Lampung pada tahun 2024,” kata Nur Rakhman.
Ia menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, Ombudsman Lampung telah merumuskan lima saran perbaikan bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung.
Lima saran perbaikan tata kelola pemberian ijazah di Lampung.
Pertama, Ombudsman meminta Disdikbud Lampung untuk menyusun dan menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pengambilan Ijazah oleh peserta didik atau wali murid.
“Saat ini, Disdikbud Provinsi Lampung sudah menerbitkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung tentang SOP Pengambilan Ijazah,” ujar Nur Rakhman.
Diharapkan SOP tersebut memberikan kepastian hukum bagi peserta didik atau walinya untuk mengambil ijazah di sekolah.
“Dari SOP-nya sudah jelas apa syarat pengambilan ijazah, bagaimana prosedurnya, termasuk biayanya gratis atau tidak dipungut biaya,” tegas Nur Rakhman.
Selain itu, diharapkan SOP tersebut juga berlaku untuk semua SMA dan SMK Negeri di Provinsi Lampung sehingga tidak ada perbedaan praktik pengambilan ijazah di sekolah-sekolah.

Kedua, Ombudsman meminta Disdikbud Lampung memperkuat pengawasan pemberian ijazah peserta didik dengan menggunakan instrumen tertulis.
“Disdikbud Lampung telah menindaklanjuti saran perbaikan ini dengan membuat instrumen tertulis. Nantinya akan terlihat berapa jumlah ijazah yang masih ada di sekolah, dan akan terlihat juga bagaimana progres pemberian ijazah kepada peserta didik, jika belum diberikan apa alasannya,” jelas Nur Rakhman.
Ombudsman menerima informasi dari disdikbud serta sekolah mengenai beberapa alasan mengapa ijazah belum diserahkan.
Di antaranya peserta didik belum sidik jari, kuliah atau bekerja di luar daerah, alamat tidak ditemukan, dan tidak bisa dihubungi.
Namun, tidak ada alasan ijazah belum diserahkan karena peserta didik atau orang tua siswa belum melunasi sumbangan, sebab hal tersebut dilarang oleh Peraturan Gubernur Lampung Nomor 61 Tahun 2020.
“Sekolah tidak boleh menahan ijazah karena peserta didik atau wali murid belum lunas membayar sumbangan,” kata Nur Rakhman.
Saluran pengaduan khusus pemberian ijazah.
Ombudsman menekankan pentingnya saluran pengaduan khusus untuk menangani keluhan terkait penahanan atau ketidakpastian pemberian ijazah.
“Maka saran ketiga, kami meminta Disdikbud Lampung dan SMA/SMK Negeri di Provinsi Lampung menyediakan sarana pengaduan tersebut,” ujar Nur Rakhman.
Ia mengakui bahwa sebenarnya disdikbud dan sekolah sudah memiliki sarana pengaduan secara umum, namun belum ada yang khusus terkait keluhan penahanan ijazah atau belum diberikannya ijazah.
Disdikbud dan sekolah sudah menindaklanjuti saran perbaikan ketiga ini dengan menyediakan sarana pengaduan khusus terkait penahanan ijazah atau belum diberikannya ijazah kepada peserta didik.
“Apabila masyarakat ada keluhan silahkan sampaikan ke sarana pengaduan tersebut, sehingga ijazah bisa segera diberikan sekolah tanpa alasan apapun dan gratis,” kata Nur Rakhman.
Saran keempat, Ombudsman meminta Satuan Pendidikan Menengah Negeri di Provinsi Lampung untuk melakukan pendataan ulang mengenai jumlah ijazah yang masih tersimpan di sekolah dan melaporkan hasilnya kepada Disdikbud Lampung.

Ombudsman Lampung masih menemukan adanya data yang belum valid di sekolah terkait jumlah ijazah yang belum diberikan kepada peserta didik.
“Saat kami turun ke lapangan untuk mengecek, kami menemukan perbedaan jumlah ijazah yang ada di sekolah dengan data yang diberikan disdikbud. Kecenderungannya jumlahnya bertambah maka kami minta untuk mendata kembali,” ujar Nur Rakhman.
Dia menyampaikan pihak sekolah sudah menindaklanjuti saran keempat ini dan hasilnya juga disampaikan ke Ombudsman Lampung.
“Kami melihat sudah ribuan ijazah yang diberikan sekolah kepada peserta didik sebagai dampak dari hasil kajian ini,” tutur Nur Rakhman.
Kelima, Ombudsman meminta Satuan Pendidikan Menengah Negeri di Provinsi Lampung untuk menyampaikan laporan tertulis kepada Disdikbud Lampung sebagai bentuk akuntabilitas.
Nur Rakhman mengatakan Ombudsman Lampung sudah menerima laporan tertulis dari sekolah ke disdikbud terkait jumlah ijazah yang sudah diberikan dan belum diberikan.
“Dari data yang kami terima, sekitar 5.005 ijazah di SMA Negeri sudah dibagikan dari sebelumnya 12.979 ijazah, sementara sekitar 1.470 ijazah di SMK Negeri sudah dibagikan dari sebelumnya sekitar 2.685 ijazah,” ujar dia.
Ia berharap, ke depan, sekolah akan menyampaikan laporan tertulis tersebut setiap tiga bulan sekali kepada disdikbud sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah kepada disdikbud.
Nur Rakhman pun mengapresiasi disdikbud dan sekolah yang sudah menindaklanjuti saran perbaikan dari Ombudsman Lampung.
Saran perbaikan yang disampaikan diharapkan dapat memperbaiki tata kelola pemberian ijazah di Provinsi Lampung.
“Namun, jika masyarakat masih ada keluhan penahanan ijazah silahkan sampaikan melalui nomor WhatsApp Pengaduan Ombudsman Lampung 08119803737,” kata Nur Rakhman.
Nur Rakhman menegaskan bahwa pengaduan di Ombudsman tidak dikenakan biaya, termasuk setelah ijazah diterima.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak terjebak oleh oknum tertentu yang mencoba memanfaatkan situasi untuk mengambil ijazah.
Baca Juga: Kesejahteraan dan Perlindungan Guru di Ujung Tanduk