Sekjen ADIPSI Ungkap Fenomena Runtuhnya Calon Petahana di Pilkada Lampung

oleh
Pilgub Lampung 2024 Tanpa Calon Dominan
Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung Darmawan Purba. Dokumentasi: Josua Napitupulu

DASWATI.ID – Sekretaris Jenderal Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI) 2024-2027 Darmawan Purba mengatakan runtuhnya calon petahana di Pilkada Serentak Lampung menjadi bukti bahwa suara rakyat menjadi penentu utama perubahan.

Beberapa calon petahana, atau calon penantang yang diendorsemen oleh petahana, kalah melawan penantang baru berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei.

“Saya melihat, secara umum, faktor utama kekalahan calon petahana bukan karena rekam jejak kinerja,” ujar Darmawan di Bandarlampung, Sabtu (30/11/2024).

Kekalahan petahana dalam Pilkada 2024 tidak semata-mata disebabkan oleh kinerja mereka selama periode sebelumnya.

Apalagi terdapat calon petahana yang sebelumnya satu paket di Pilkada 2020 ‘pecah kongsi’ dan sama-sama maju di Pilkada 2024.

“Kita tahu gelombang Covid-19 pada tahun 2020-2022, semua daerah mengalami refocusing anggaran yang berimplikasi pada kebijakan dan program pro rakyat,” jelas dia.

Diketahui, kepala daerah hasil Pilkada 2020 kembali mengikuti Pilkada 2024 yaitu Kota Bandarlampung, Kota Metro, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Pesawaran, dan Way Kanan.

Menurut Darmawan, runtuhnya calon petahana di Pilkada Serentak Lampung 2024 bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya strategi politik yang kurang tepat.

“Kinerja kampanye calon penantang lebih dominan dibandingkan petahana. Ditambah lagi pembentukan jejaring seperti struktur tim pemenangan, relawan, dan vote getter yang masif,” kata dia.

Darmawan menjelaskan kinerja kampanye calon penantang yang lebih dominan dibandingkan petahana dapat dilihat dari beberapa aspek.

1. Alat Peraga Sosialisasi

Calon penantang seringkali menggunakan lebih banyak alat peraga kampanye, seperti baliho, spanduk, dan poster, untuk menjangkau pemilih di berbagai lokasi.

2. Aktivitas Media Sosial

Intensitas dan aktivitas di media sosial menjadi kunci, di mana calon penantang dapat berinteraksi langsung dengan pemilih dan membangun komunitas pendukung yang aktif.

3. Pertemuan Tatap Muka

Dialog langsung dengan warga melalui pertemuan dan acara komunitas membantu calon penantang membangun hubungan personal dan mendengarkan aspirasi masyarakat.

4. Dukungan Artis

Pertunjukan musik dengan dukungan artis terkenal dapat menarik perhatian publik dan meningkatkan daya tarik kampanye, menciptakan suasana meriah yang mengundang lebih banyak orang untuk berpartisipasi.

“Volume kampanye yang besar ini memberikan pengaruh terhadap pemilih untuk mengalihkan dukungannya dari petahana kepada calon penantang,” ujar Darmawan.

Kesamaan Nomor Urut Paslon Menguntungkan di Pilkada Serentak 2024
Calon Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal (tengah) diapit Calon Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana (kiri) dan Calon Wali Kota Bandarlampung Deddy Amarullah (kanan) dalam kampanye Pilkada Bandarlampung 2024 di Kelurahan Sumurbatu, Kota Bandarlampung, Senin (30/9/2024). Foto: Istimewa

Modal Politik dan Modal Ekonomi Calon Petahana di Pilkada.

Darmawan yang juga Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung memandang para calon penantang yang berhasil mengalahkan petahana umumnya memiliki modal ekonomi dan modal politik yang signifikan, didukung oleh partai politik seperti KIM Plus dan arsirannya.

Baca Juga: Menakar Efektivitas Koalisi Simetri Parpol di Pemilihan Serentak Lampung 2024

Modal politik yang mencakup jaringan dukungan dan pengaruh, membantu dalam mobilisasi pemilih dan mendapatkan legitimasi.

Sementara, modal ekonomi memungkinkan mereka untuk membiayai kampanye secara efektif, termasuk alat peraga dan iklan.

Kombinasi kedua modal ini memungkinkan calon penantang untuk lebih kompetitif dibandingkan petahana, yang seringkali memiliki keunggulan dalam popularitas dan akses ke sumber daya.

Pemilihan langsung, ungkap Darmawan, sering kali lebih berfokus pada mobilisasi pemilih ketimbang substansi program atau visi calon.

Mobilisasi ini bisa bersifat langsung, seperti kampanye terbuka dan sosialisasi, atau tidak langsung melalui media yang mempengaruhi cara pandang pemilih

“Kita harus menyadari bahwa pemilihan langsung ini lebih kepada mobilisasi pemilih. Artinya program, visi, misi, calon tidak menjadi perhatian publik,” pungkas Darmawan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *